Selasa, 20 Maret 2012

Intelegensi Menurut Edward Lee thorndike


 Anggota kelompok : Agnes Oktavia ( 11-021)
                                   Aisyah Huwaida (11-065)
                                   Christine Natalia (11-127)

 Edward Lee Thorndike (1874 - 1949): Thorndike yang lahir di Wiliamsburg pada tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal di Montrose, New York, pada tanggal 10 Agustus 1949, adalah tokoh lain dari aliran fungsionalisme. Setelah ia menyelesaikan pelajarannya di Harvard, ia bekerja di Teacher's College of Columbia di bawah pimpinan James Mckeen Cattell. Di sinlah minatnya yang besar timbul terhadap proses belajar, pendidikan, dan intelegensi.
            Psikologi pendidikan dideskripsikan oleh E. L. Thorndike pada tahun 1903 sebagai “”middlemen mediating between the science of psychology and the art of teaching”.  Dalam banyak studi, secara singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.
            Menurut Edward Lee Thorndike, teori Thorndike menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari berbagai kemampuan spesifik yang ditampikan dalam wujud perilaku intelegensi. Thorndike juga mengatakan ada beberapa factor-faktor dalam intelegensi :
- 1. Thorndike dengan Teori Multi-Faktor
Teori ini menyatakan bahwa intelegensi itu tersusun dari beberapa faktor yang terdiri dari elemen-elemen, tiap elemen terdiri dari atom-atom, dan tiap atom itu terdiri dari stimulus-respon. Jadi, suatu aktivitas adalah merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berhubungan antara satu dengan yang lain.
Dalam proses belajar ada beberapa hukum yang dikemukakan Thorndike:
1.        
Hukum Efek (The Law of Effect): Intensitas hubungan antara S (stimulus) dan R (respon) meningkat apabila hubungan itu diikuti oleh keadaan yang menyenangkan. Sebaliknya, hubungan itu akan berkuran, kalau diikuti oleh keadaan yang tidak menyenangkan. Dengan demikian, maka setiap tingkah laku yang menghasilkan keputusan tertentu, akan diasosiasikan dengan situasi tersebut. Jadi, apabila situasi tampil lagi, maka tingkah laku akan tampil lagi. Dalam contoh kucing dalam kandang di atas, tingkah laku injak pedal akan diasosiasikan dengan situasi menyenangkan karena terbebas dari kandang. Dengan teorinya ini Thorndike dapat dikatakan sebagai penganut paham asosiasionisme baru. Berbeda dengan asosiasionisme lama yang dianut oleh John Locke dan Mills bapak beranak, maka asosiasionisme baru tidak menghubungkan antara ide dengan ide, melainkan menghubungkan antara stimulus dengan respons atau respons dengan respons.

2.        
Hukum Latihan (The Law of Exercise) atau hukum guna-tak guna (The Law od Use and Disuse): Hubungan S-R juga dapat ditimbulkan atau didorong melalui latihan yangberulang-ulang. Dengan demikia, ini berarti pula, hubungan S-R juga dapat ditimbulkan atau didorong melalui latihan yang berulang-ulang. Dengan demikian, ini berarti pula, hubungan S-R dapat melemah kalau tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang. Karena kegunaan R terhadap suatu S tertentu dalam hal yang terakhir ini tidak bisa lagi dirasakan atau makin lama makin menghilang pada organsime yang bersangkutan.

Sehubungan dengan teorinya tentang Hukum Efek di atas, Thorndike sampai pada bukunya yang ditulis bersama tokoh Kelompok Columbia lain bernama Woodworth, Thorndike mengemukakan bahwa apa yang telah dipelaajri terdahulu akan mempengaruhi apa yang dipelajari kemudian.



Sumber : http://pembelajaranguru.wordpress.com
              
http://www.psychologymania.com
              
http://www.ghina.ofees.net 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar